Hey hey.. Piye kabare nih? Aku mah apik-apik wae. Ecieeee sok-sokan pakai bahasa jawa gitu yaa, hahaa. Lama nggak nulis, tangan jadi gatal nih (yang penting nggak kegatalan aja ya, wkwkwk). Ada sebuah cerita yang ingin ku kisahkan bersama kalian, kisah bahagia saat aku mengunjungi sebuah kampung yang sampai sekarang memberikan cerita tersendiri bagiku. Cerita apaan sih sampai seheboh ini pingin diceritain? Mau tau nggak? Well.. biar kalian nggak penasaran, aku rela kok berbagi kebahagiaan ini bersama, biarpun mungkin ini nggak terlalu penting buat kalian tetapi penting banget buat aku. Pokoknya kalian harus dengerin. Titik. Eeeh kok malah maksa sih, nggak apa-apa lah yaa, hihiii..
Tepat pada tanggal 25 Oktober 2015, aku dan teman-teman S2 Ilmu Sastra 2014 melakukan studi banding ke sebuah kota yang ada di Jawa Barat, yaitu Bandung. Seperti biasa yang namanya study tour yang bersifat akademik kita melakukan tour ke kampus-kampus. Pada kesempatan ini kita memutuskan untuk mengunjungi Universitas Padjajaran Bandung. Terus kisah serunya apa donk? Yang namanya study tour yaaa pasti ceritanya nggak beda-beda jauh lah yaaa. Tenang kali ini aku bukan mau membahas tentang kampus kok, bosan yaa sama yang formal-formal? Sama aku juga. Wkwkwkwk. Kali ini aku mau cerita tentang sebuah tempat yang sempat kami kunjungi sebelum kembali ke kota Yogyakarta. Tempatnya dikelilingi oleh persawahan, hutan, dan perkebunan. Hayoooo tebak tempat apakah ini? Aiiiih.. penulis alay banget yaa, kelamaan. Baiklah, aku kasih tau deh. Namanya Kampung Naga. What? Kampung Naga? Ayoooo apa yang kalian pikirkan setelah mendengar nama Kampung Naga? Itulah pertanyaan pertama yang muncul dalam benakku sehingga membuatku penasaran dengan tempat ini. Awalnya aku berpikir kalau Kampung Naga ini merupakan sebuah kampung yang mempunyai kisah tersendiri mengenai hewan mitos yang disebut naga, atau disana banyak terdapat lukisan atau patung atau boneka-boneka mirip naga. Rupanya tebakan aku salah teman-teman. Huft..
Ternyata Kampung Naga ini merupakan sebuah kampung kecil yang terletak di Desa Neglasari,Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Menurut Udjo Sulahan (Sesepuh sekaligus koordinator pemandu Kampung Naga) lokasi kampong ini sekitar 23 Km dari kota Tasikmalaya dan 26 KM dari kota Garut. Kampungnya hanya memiliki batas area pemukiman sekitar satu setengah hektar saja, yang mana hanya memiliki 118 bangunan yang terdiri dari 1 mesjid, 1 balai pertemuan, 1 lumbung padi dan selebihnya adalah rumah warga. Uniknya, 1 rumah hanya dihuni oleh satu keluarga saja. Jika ada anak yang akan menikah maka orang tua harus pindah dari rumah tersebut dan membawa anak-anak yang masih menjadi tanggungan mereka bersama. Biasanya mereka pindah tidak jauh dari kampung tersebut, walau begitu mereka tetap diakui sebagai warga Kampung Naga dan mereka juga selalu kembali ke kampung tersebut jika acara adat berlangsung. Sanaga merupakan sebutan bagi warga Kampung Naga yang tinggal di luar kampung tersebut. Udjo mengatakan bahwa 90% dari warga tinggal di luar kampung.
|
Saat mahasiswa S2 Ilmu Sastra UGM memasuki perkampungan |
|
Nah.. ini dia perkampungannya man teman |
|
Bepose dulu dengan warga Kampung Naga. Photo taken by Arini |
Kampung yang dikenal sebagai kampung yang memegang teguh adat istiadat peninggalan leluhurnya ini tentunya mempunyai aturan-aturan yang sangat ketat. Misalnya, rumah yang dibangun tidak boleh melebihi megahnya mesjid. Rumah-rumah yang dibangun juga mempunyai aturan tersendiri yaitu rumah saling berhadapan dan saling membelakangi. Itu tak lain agar gotong royong antar warga yang berlaku di kampung tersebut bisa terus berjalan setiap harinya. Aturan lain yang harus dipatuhi oleh masyarakat kampung ini ialah tentang adat pernikahan. Warga tidak boleh menikah dengan orang yang beragama selain agama yang dianut oleh masyarakat tersebut yaitu Islam. Udjo mengatakan adat tersebut hingga saat ini masih terjaga karena belum ada satu pun warga yang melanggarnya yakni menikah selain dengan penganut agama Islam. Waaaah keren yaaa. Gitu donk teman-teman, aturan itu seharusnya dipatuhi bukan seperti kata sebagian anak-anak muda sekarang yaitu “Peraturan ada untuk dilanggar”. Nah.. boleh dicontohi nih yang baik-baik dari Kampung Naga ini. Berani nggak? Hayoooooo hahaaaa..
|
Mesjid dimana tempat biasanya warga melakukan ibadah |
Ceritanya belum selasai guys, aku kan belum ngasih tahu kalian tentang mata pencarian dari warga Kampung Naga ini. Sehari-hari warga bertani dan berkebun. Bisa dilihat sekitaran rumah warga dikelilingi oleh persawahan dan hutan. Mereka tidak perlu membelikan beras untuk makan sehari-hari, bahkan kata Udjo warga tidak tahu harga beras sekalipun, baru-baru ini saja mereka mau menjual padi keluar karena banyaknya permintaan dari luar akan beras organik. Padi dari kampung ini merupakan padi organik terbaik di Tasikmalaya. Awalnya, kata Udjo, warga hanya bertani 1 tahun sekali, namun sekarang mereka bercocok tanam 6 kali dalam setahun. Setiap keluarga masing-masing mempunyai lahan sekitar 400 meter persegi untuk bertani. Selain itu, mereka juga tidak perlu membeli lauk pauk dan sayur-sayuran karena semuanya bisa mereka hasilkan sendiri. Dalam memasak mereka juga masih menganut tradisi nenek moyang yaitu tidak menggunakan kompor gas seperti yang lazim kita lihat sekarang, namun mereka masih menggunakan kayu bakar. Selain bertani warga juga membuat kerajinan tangan untuk menambah penghasilan sehari-hari yang dijualkan untuk pengunjung yang datang ke kampung tersebut. Waaaaah asik juga yaaaa, hemat uang jajan, hihii. Malah bisa menghasilkan loh.
|
Beberapa pengunjung sedang berbelanja kerajinan tangan hasil karya warga |
|
Seorang warga saat menjemur padi dikawasan perkampungan |
|
Warga yang sedang mencuci pakaian |
|
Seorang pemandu saat menunjukkan kepada mahasiswa s2 Ilmu Sastra UGM cara memberi makan ikan yang benar |
|
Seorang nenek sedang mencuci piring |
|
Seorang warga yang sedang memancing |
Teman-teman tahu nggak? Biarpun mereka tidak memakai aliran listrik tetapi anak-anak masih tetap bisa belajar kok, mereka menggunakan lampu patromax untuk penerangan di malam hari. Awalnya pendidikan tidak begitu penting karena masyarakat beranggapan sekolah cukup sampai lulus Sekolah Dasar saja agar bisa membaca dan menulis, itu semua juga faktor dari penghasilan masyarakat itu sendiri, mereka tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai anak-anak mereka sekolah, namun setelah adanya bantuan dari pemerintah paradigma itu berubah, sekarang anak-anak sudah bisa menamatkan Sekolah Menengah Pertama. Bahkan sekarang sudah ada yang bisa belajar diperguruan tinggi. Biasanya anak-anak berangkat sekolah melewati kurang lebih 400 anak tangga setiap harinya. Jika teman-teman berkunjung ke kampung tersebut mau tidak mau harus menuruni semua anak tangga tersebut. kebayang donk gimana kalau tiap hari kita harus naik turun sekitar 400 anak tangga. Asik nggak? Jawab aja sendiri, hahaa. Tapi nggak apa-apa lah yaa, hitung-hitung oleh raga, nggak perlu jogging atau aerobic segala, hihiii
|
Pengunjung sedang menuruni kurang lebih 400 anak tangga |
|
Seorang bocah sedang berjalan kaki saat pulang dari sekolah menuju rumah |
Nah.. dari tadi kok nggak ada tanda-tanda adanya naga yaa? Kok bisa sih namanya Kampung Naga? Udjo sendiri mengatakan tidak tahu mengapa kampung itu dinamakan Kampung Naga karena tidak adanya bukti nyata akan penamaan kampung tersebut. Udjo mengatakan dokumen dan arsip-arsip sejarah semuanya ludes dibakar oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo karena penolakan yang dilakukan kampung tersebut terhadap sebuah pemikiran yang diwacanakan oleh DI/TII saat itu, sehingga mereka tidak bisa menemukan sejarah akan penamaan Kampung Naga itu sendiri.
Gimana teman-teman? Oke kan tempatnya, pokonya recommended banget deh buat kamu yang suka traveling. Apa lagi yang sukanya traveling ke mall, sekali-kali ganti suasana donk, menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Udara yang segar, pemandangan perkampungan yang begitu sejuk, dan suasana kampung yang serba tradisional.
Sekian dulu curhatannya yaaaa. Semoga bermanfaat buat man teman semua J
|
Tadaaaaaaaaa... Inilah teman-teman Ilmu Sastra UGM 2014 yang sedang melakukan kunjungan. Muka-muka haus piknik, wahaaaa. Peace!! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar