Hello
buddy.. long time no see yaa..
Tiba-tiba
saja pingin menulis. Rencana hendak menulis teori yang baru saja dibahas tadi
pagi bersama mahasiswa. Akan tetapi, setelah seharian (pergi pagi pulang sore),
rasanya malam ini aku tidak sanggup untuk merangkai kata-kata indah dalam
merumuskan kembali teori dekontruksi Derrida yang bikin garis muka tambah
menua. Baiklah, mari kita lupakan sejenak tentang buku, laptop, dan tugas
kampus. Semoga malam minggu berjalan dengan semestinya. Aku. Disini. Masih
dengan rasa yang sama.
Jomblo
itu pilihan hidup. Percaya atau tidak itu juga pilihan. Siapa bilang jomblo itu
karena tidak laku? Masa sih? Di dunia ini, kita akan menemukan yang
namanya C.I.N.T.A. Percaya? Percaya atau tidak itu pilihan anda. Well, saya
ingin mengibaratkannya dengan sebuah botol yang diisi air penuh. Botol kita
analogikan sebagai diri kita, dan air kita
analogikan sebagai bentuk dari rasa cinta. Ketika botol hanya diisi dengan air
setengah, maka botol tersebut masih memiliki space untuk air yang lain. Namun ketika botol tersebut diisi penuh
dan tumpah ruah, maka ia tidak memiliki tempat untuk air yang lain, bahkan ia
kelebihan muatan sehingga dapat ditampung oleh botol yang lainnya. Secara
psikologis, manusia membutuhkan manusia yang lain dan mendambakan yang namanya
cinta. Ketika ia sudah memiliki rasa cinta yang tumpah ruah, maka ia tidak akan
mencari cinta yang lain, bahkan ia dapat membagikan rasa cinta itu kepada orang
lain disekelilingnya. Namun ketika manusia itu tidak memiliki rasa kasih yang
cukup, maka ia akan mencarinya ke tempat yang lain untuk memenuhi hasratnya itu.
Cinta
tidak hanya diperoleh dari pasangan lawan jenis, namun juga dapat diterima dari
kedua orangtua, abang, adik, kakak, sahabat, guru, lingkungan dan lain
sebagainya. Ketika kita sudah memiliki rasa kasih yang cukup, maka kita dapat
membagikan rasa itu kepada orang lain dengan ikhlas. Misalnya, ketika kita
jatuh cinta kepada lawan jenis, kita tidak perlu mengharapkan balasan kasih
karena rasa cinta yang kita miliki sudah sangat banyak. Namun ketika kita masih
mengharapkan balasan cinta dari pasangan dan merasa kecewa jika tidak dibalas,
maka yang harus kita pertanyakan adalah, apakah selama ini kita kekurangan rasa
kasih? Sehingga kita mengharapkan dan masih mendambakan rasa yang kita berikan
dengan balasan yang sama. Kenapa kita sering merasakan kekecewaan jika orang
yang kita cintai tidak mencintai kita? It’s such a good question.
Alright, kekecewaan hadir karena diri kita sendiri? Percaya atau tidak itu pilihan anda. Kenapa kita kecewa? Karena kita belum dapat memberikan rasa cinta dengan ikhlas kepada orang yang kita cintai. Misalnya, ketika kita berbuat baik kepada orang lain dengan ikhlas, maka kita tidak akan merasakan kecewa ketika orang lain tersebut tidak membalas kebaikan kita. Namun ketika kita berbuat baik kepada orang lain dan mengharapkan balasan yang sama, maka kita akan kecewa ketika orang tersebut tidak dapat membalasnya. Sama halnya dengan mencintai lawan jenis. Ketika kita mencintai seseorang dengan ikhlas tanpa mendambakan balasan, maka kita tidak akan merasa kecewa ketika cinta kita tidak terbalaskan. Namun ketika kita mencintai seseorang dengan mengharapkan balasan, maka kekecewaan akan melanda diri kita. Nah kembali lagi ke masalah awal. Kapan kita dapat memberikan rasa cinta dengan ikhlas? Ketika kita memiliki rasa kasih yang cukup. Sebaliknya, kita tidak dapat membagikan rasa kasih dengan ikhlas ketika diri kita sendiri belum memiliki rasa cinta yang cukup. Oleh karena itu, mari bertanya kepada diri sendiri, apakah botol milik kita sudah terisi penuh dengan rasa kasih?
Jadi
apa hubungannya jomblo dan rasa kasih? Ada banyak alasan kenapa kita memilih
untuk jomblo, diantaranya:
1. Merasa
sudah memiliki rasa kasih yang tak terhingga
2. Secara
agama, pacaran tidak ada dalam Islam
3. Pacaran
dapat menganggu kuliah (lagi ngambek sama pacar, perasaan tidak karuan, malas
kuliah, malas buat tugas, malas makan akhirnya sakit, dll)
4. Orangtua
tidak memberikan izin kepada anaknya untuk berpacaran
5. Terlalu
asik hidup sendiri dan merasa tidak butuh orang lain (individualist)
6. Pernah
disakiti dan memutuskan untuk tidak berpacaran lagi
7. Dan
lain sebagainya.
Alasan
di atas hanya segelintir sebab mengapa kita memilih untuk hidup sendiri (hidup
sendiri sebelum menikah). Salah satu hubungannya ada pada poin pertama. Ketika
kita sudah memiliki rasa kasih yang cukup, maka kita tidak mengharapkan rasa
itu terbalaskan, kita akan lebih bersabar dalam menunggu waktu yang tepat untuk
memiliki pasangan yang halal. Cinta kepada lawan jenis merupakan anugerah yang
diberikan Allah kepada kita semua. Oleh karena itu, tetap menjaga rasa itu
hingga waktu yang telah ditetapkanNya.
Nah,
selagi menunggu rasa itu menjadi halal, ada banyak hal yang dapat kita lakukan.
Pertama, kita dapat memperbaiki diri
menjadi pribadi yang lebih baik lagi, agar kelak orang yang berani menghalalkan
kita merasa bangga memiliki diri kita dengan seutuhnya. Kedua, kita dapat berbakti kepada orang tua. It’s time for you to be the best son/daughter ever. Apakah kita
pernah berpikir bagaimana orangtua sudah membesarkan kita dengan susah payah? Nah
sekarang giliran kita yang gentian merawat mereka. Selagi masih sendiri, kita
belum memiliki tanggungjawab kepada orang lain, ada baiknya menjaga dan merawat
orangtua. Setelah menikah dan punya anak, belum tentu kita memiliki kesempatan
untuk merawat mereka seperti saat kita masih single. Itu akan terasa berbeda
karena kita memiliki tanggungjawab yang lain, yaitu sebagai istri dan ibu (jika
kita perempuan), sebagai ayah dan suami (jika kita laki-laki). Namun sedikit
berbeda dengan laki-laki, sampai kapan pun laki-laki memiliki tanggungjawab
terhadap kedua orangtuanya. Ketiga, kita
tidak perlu membuat laporan. Kamu dapat melakukan aktivitas apapun yang kamu
inginkan tanpa harus meminta izin dan melapor kepada pacar. Tidak ada gunanya
meminta izin kepada pacar (emang dia orangtuamu?) karena tidak ada yang bisa
menjamin bahwa dia lah yang akan menjadi jodoh kita kelak. Apa jadinya ketika
kita sudah memberitahukan semua tentang kita, bahkan aib kita sendiri, namun
pada akhirnya dia bukan lah takdir kita? Mau gantung diri di pohon cabe?
Silahkan saja. Keempat, kita dapat
mengwujudkan mimpi-mimpi yang telah kita ukir. Punya impian untuk menjadi
pengusaha? Atau menjadi seorang arsitek yang keren? Atau pingin keliling dunia?
Kasian kalau dianggurin. Selagi masih single dan belum memiliki beban hidup
yang berat, kenapa nggak merencanakan sesuatu yang dapat menghasilkan apa yang
kita inginkan? Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak jalan juga untuk meraih
kesuksesan diri. Jika berani bermimpi maka harus berani untuk menaklukkan
segala rintangan yang ada. Apapun itu, hanya diri kita yang lebih mengetahui. Kelima, kita dapat bersenang-senang
dengan teman-teman. Ketika sudah menikah dan memiliki anak, tentunya ruang
untuk kita sendiri sudah lebih sempit karena kita memiliki tanggungjawab yang
berbeda. Jika saat kuliah kita hanya memiliki tanggungjawab untuk belajar,
namun ketika sudah menikah kita tidak hanya bertanggungjawab untuk belajar
(menjadi ibu dan istri yang baik), namun juga memiliki tanggungjawab untuk menjaga
dan mendidik anak-anak kita. Nah, apakah kita bisa hahahihi seperti sekarang?
Tentu bisa namun intensitasnya yang berkurang.
Nah,
sekarang apakah kita masih merasa rugi menjadi jomblo sebelum menikah? Ada
banyak hal yang harus kita pikirkan dan kita kerjakan. So? Jangan asik mikirin
kapan aku punya pacar, tapi pikirkan, kapan kita dapat mengwujudkan apa yang
kita inginkan sebelum pangeran berkuda putih datang menjemput. Bukankah jomblo
sebelum menikah itu pilihan?
Sabtu, 11 November 2017, pukul 10.57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar