Sabtu, 20 Juli 2013

An accident in October

After surgical operation
08 Okt 2011
Kepala bak disiram besi lima kilo gram. Mulut sakit dan gigi terasa hampir copot. Kuamati ruangan serba putih itu perlahan. Ku terawang sebisa mata membindik. Di sana ada sebuah tabung oksigen dan tali impus yang melekat di tangan sebelah kananku. aku juga mendapati sosok wanita paruh baya yang sedang menatapku dengan mata basah, ia tak lain adalah wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku. Sejenak aku berpikir, tapi aku tak mampu mengingat apa-apa. Ku paksa diri untuk mengingatnya lagi tapi itu sia-sia, semakin ku mencobanya kepalaku semakin kesakitan. Aku mulai bertanya-tanya kepada ibu tapi aku tak bisa mencernanya, bahkan tak bisa mengingat kejadian yang telah menimpaku. Ku rampas ponsel yang berada tepat di samping benda segi empat berisa busa itu. Ku amati sesaat. Ku buka pesan teks baru, tapi aku bingung, aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Tiba-tiba saja air mata membasahi pipiku. Aku tak tau sebab mengapa aku terisak. Aku benar-benar bingung.
Pada hari itu, orang-orang selisih berganti melihat keadaanku.  Sesekali aku mendengar cakap mereka, tapi tak lama informasi yang ku dengar dan ku serap hilang begitu saja. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Ingatanku kosong. Semua seperti mimpi, antara sadar dan tidak. Ingin rasanya memberotak, tapi aku tak berdaya, hingga berulang kali aku terlelap dengan sendirinya.

09 Okt 2011


After using braces


Aku sudah mendapatkan alasan mengapa aku bisa berada di rumah sakit Harapan Bunda. Walaupun aku tak ingat kejadian itu, tapi aku mulai bisa mengingat perkataan orang disekitarku. Aku juga sudah mulai bisa tersenyum. Rasa penasaran terus menghantuiku. Mendengar cerita ibu kepada teman-teman yang menjengukku, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku pulang dari kampus lewat jalan belakang. Aneh.  Alasan aku pulang lewat sana biasanya karena mengantarkan kawan. Apa hari itu aku mengantar kawan? Ku raih telpon genggam milikku. Kata ibu, sebelum kejadian itu aku bersama anggota DETaK. Jadi aku memutuskan untuk mengintrogasi mereka. Pesan singkat  terkirim, beberapa menit kemudian baru ada balasan. Aku terus bertanya, tapi si kawan malah tidak merespon lagi pertanyaan bodohku. Lalu, ku coba bertanya pada anggota DETaK yang lain tapi tak ada balasan. Akhirnya ku putuskan untuk bertanya pada pimpinan redaksi. Awalnya ia merespon pertanyaanku dengan baik tapi itu hanya sebentar , pesan singkat  ketiga dariku tak digubrisnya lagi. Aku benar-benar sedih dan kecewa. Disaat aku butuh, mengapa mereka tak mau membantuku? Aku merasa benar-benar tak berguna, pada saat itu. Air mata ibu saja tak bisa ku hentikan. Keadaanku terus membuatnya terisak. Perasaanku begitu sakit melihat itu semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar