Rabu, 27 Juni 2012

Juru Parkir Banda Aceh: Seragam Kami Hanya Sepasang

Sumber : Google
Panas, gerah, lelah, itulah yang dirasakan Rusli saat ia harus menjalankan tugasnya sebagai juru parkir yang berada di sisi kanan Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Walaupun ia sudah berumur 56 tahun tetapi ia tetap semangat dalam menjalankan profesi yang ditekuninya sejak dua tahun silam itu.

“Ada yang bayar, ada yang tidak, padahal kita sudah capek-capek, tapi saya tidak mahu berkelahi, saya biarkan saja,” kata Rusli di sela-sela pekerjaannya itu, Sabtu (23/06/2012).

Ia mengatakan bahwasanya Dinas Perhubungan, Komunikasi, Dan Informatika Kota Banda Aceh sudah menetapkan tarif Rp.1.000 untuk sekali pemarkiran kendaraan, akan tetapi pengguna area parkir masih ada yang membayar uang parkir Rp.500, bahkan ada juga yang membayar dengan uang receh seharga seratus dan dua ratus rupiah.

Lelaki yang dulunya sebagai tukang becak ini kembali menjalankan tugasnya jika ada pemarkir yang ingin keluar dari area parkir dan ia kembali  untuk bercakap-cakap dengan Aceh Independent setelah ia menyelesaikan tugasnya.

Tiap hari ia rela mengayuh becaknya dengan membawa lembaran kardus yang akan digunakannya untuk menutup kendaraan beroda dua. Setiap hari pula ia harus menyetor uang parkir senilai Rp.16.000 kepada dinas kota, selebihnya itu merupakan penghasilan hariannya. Biasanya ia mendapatkan penghasilan sebesar 50-60 ribu per hari. Biasanya orang dinas sendiri yang akan mengambil setoran di tempat parkiran yang telah ditetapkan.

“Walaupun hujan tapi mereka tidak mau tahu, tiap hari mereka minta setoran,” ungkapnya. Tak hanya itu, ia juga harus membayar setoran jika ia tak masuk kerja karena sakit.
Kurang pedulinya pihak dinas terkait terhadap kemakmuran juru parkir membuar Rusli geleng-geleng kepala. Dalam menjalankan tugas sebagai juru parkir, mereka mendapatkan sebuah seragam dari dinas terkait untuk dikenakan setiap mereka melaksanakan tugasnya.

Rusli mengaku kecewa dengan pihak dinas terkait karena hanya memberikan sebuah seragam, di saat hujan mengguyur daerah di mana tempat mereka bekerja, mereka tidak bisa berkata apa-apa jika ada pengguna area parkir bertanya mengapa mereka  tidak menggunakan baju seragam.
“Maunya tukang parkir jadi PNS, tiap mau lebaran ada-lah dikasih daging atau sirup, sudah dua tahun tapi ini sama sekali tidak pernah, tidak tahu-lah mahu dibilang apa,” ujarnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar