Rabu, 21 September 2011

Hana Jelas


Malam kian larut. Tak ada suara jangkrik, juga kodok, yang terdengar hanya alunan musik dari headset yang melekat di telingaku sejak satu jam yang lalu. Tanpa bintang dan juga bulan. Hanya bintang yang ada di mukaku yang tampak dari cermin besar yang menempel di dinding kamarku. Susah tidur memang sering menghinggapiku, tapi kali ini berbeda. Bukannya susah tidur tapi susah bernafas karena sikapnya yang berubah padaku.
Kucoba untuk tenang, tapi hatiku memberontak. Kucoba memahami tapi hatiku tak mengizinkan. Kucoba membuang pikiran itu, tapi aku tak kuasa, hingga akhirnya ku menemukan jalan yang sedang ku cari. Yeah.. I got it!
Langkahku mulai menuju tempat itu. Tepat di sebuah lemari coklat tua aku berhenti. Itulah kenangan yang masih ku miliki sejak aku mulai memasuki kawasan Oemar Diyan. Sekolah asrama memang pilihanku sebelum aku mulai mengenal kehidupan di sana. Hingga ku tau, betapa berat hidup tanpa orang tua, tapi aku tak ingin mengeluh, aku tak ingin membuat mereka kecewa.

Tanganku mulai bekerja. Satu persatu barang ku keluarkan dari lemari itu. Ada sesuatu yang ingin ku cari, tapi aku sendiri tak tau apa yang sedang ku cari. Ku temukan sebuah kotak kecil. Ku amati isinya satu per satu. Ada catatan Bahasa Indonesia dan Matematika, dan jugaaaaaa..... ada pelekat lalat. Sejenak aku cekikikan sendiri. Pikiranku tepat pada beberapa tahun yang lalu. Aku tak melupakan kejadian itu, saat itu sedang musim lalat, jadi aku meminta orang tuaku untuk membelikan pelekat lalat. Ternyata masih ada sisanya yang tersimpan di dalam kotak kecil itu.
Lalu, ku teruskan mencari benda yang lain. Kutemukan kotak pensil berbentuk pensil. Itu juga milikku sewaktu aku duduk di kelas II Aliyah. Aku juga menemukan beberapa diary yang sering ku tulis di asrama. Ada tiga diary. Dari Sekolah Dasar aku sudah mulai menulis diary. Hingga aku masuk asrama aku juga masih suka menulis diary. Bahkan ketika aku lupa membawa diary ke ruang belajar, buku pelajaran pun menjadi korbannya. Dari kecil hobby ku memang coret menyoret. Terkadang aku sendiri tak mengerti apa yang sedang ku tuliskan. Apalagi pembaca :D

Kubuka diary itu satu per satu. Aku tak membaca setiap lembarannya. Hanya beberapa saja. Sejenak aku melupakan masalah yang ku alami. SEKARANG!! Aku seperti berada di alam ku. Inilah zona nyaman yang ku inginkan. Disaat aku punya masalah, hanya zona ini yang membuatku bisa melupakan segalanya, yaitu zona yang mana aku harus memaksa diri untuk mengingat masa lalu dan bahkan terkadang memaksa diri untuk berpikir dimasa depan. Aku lebih suka memikirkan masa lalu dan juga masa depan jika aku tak bisa bertahan dimasa sekarang. Tak ingin ku pikirkan apa yang sedang ku jalankan.
Ku teruskan membongkar barang yang lain. Ku temukan lima buku tulis yang berisi cerita pendek, maklumlah peraturan asrama tidak mengizinkan membawa alat elektronik, jadi solusi tepat yaitu menulis di atas lembaran kertas. Aku mulai menulis cerpen sejak aku berumur 10 tahun. Aku memiliki sebuah buku simpanan cerpen yang kutuliskan pertama kali di bangku SD, tapi buku itu hilang ketika aku tinggal di asrama. Sejak itu aku benar-benar menjaga semua buku kumpulan cerpen milikku. Beberapa temanku mengaku suka membaca hasil karyaku itu, sehingga mereka memintaku untuk menulis lagi. Semangatku pun membara, tapi tak semudah itu. Aku punya tanggung jawab dan kewajiban. Pelajaran sekolah dan juga dayah benar-benar menguras otakku. Hafalan tak lagi masuk dan melekat di memoriku tapi masuk dan menghilang entah kemana. Aku tau kelemahanku adalah menghafal. Aku tak bisa memaksa diri untuk menghafal tapi aku cuma bisa mengingat. Mendengar lebih baik dari pada membaca sendiri. Aku lebih memilih duduk di samping temanku untuk mendengar apa yang sedang dipelajarinya dari pada harus menghafal seluruh isi buku, itulah caraku. Namun, hafalan Juz Amma tetap memaksaku untuk menghafalnya. Itu adalah syarat untuk bisa mengikuti ujian lisan. Ujian sekolah dan dayah hampir satu bulan penuh. Satu minggu untuk ujian lisan dan dua minggu untuk ujian tulisan. Tenaga dan pikiran benar-benar harus dipaksakan untuk belajar.

Kembali lagi ke hobby ku yang suka menulis. Sewaktu aku mulai Aliyah, aku berharap bisa masuk ke tim mading sekolah, tapi keinginanku tak terpenuhi. Sekolahku juga mempunyai sebuah tabloid yang bernama “Merhaba OD” aku memberikan naskah cerpen kepada seorang temanku yang menjadi tim tabloid pada saat itu. Ternyata naskah aku diterima dan cerpenku dimuat. Aku juga pernah ikut lomba yang diadakan di luar sekolahku, tapi aku belum berhasil.

Suatu ketika, saat aku masih duduk di kelas II Aliyah, aku mendengarkan berita tentang pendaftaran Seuramo Meunuleh dari kawan-kawanku. Aku tak ingin melewatkan kesempatan ini. Aku juga mengirimkan berkas dan mengikuti proses penyeleksiannya. Ternyata aku dan beberapa kawanku dinyatakan lulus. Hari itu aku benar-benar bahagia. Aku melihat ada harapan di sana. Untungnya sekolah menulis tersebut dilaksanakan pada saat libur, jadi tak ada hambatan besar untukku. Itulah pertama kali aku mendapatkan materi tentang cara-cara menulis. Sekolah menulis itu berjalan selama satu bulan, tapi aku dan beberapa kawan yang dari Oemar Diyan hanya mengikuti setengah bulan saja yang dikarenakan keberangkatan kami ke pulau jawa dalam rangka study tour. Tentunya kami juga menyelesaikan tugas akhir, yaitu membuat reportase yang di muat dalam buku “Tolong Beri Judul”. Itulah buku pertama dan terakhirku sampai saat ini.

Beberapa bulan setelah menyelesaikan sekolah menulis tersebut, aku memberanikan diri untuk mengirim naskah ke koran lokal. “kehilangan tole” itulah judul cerpenku. Harian Aceh jadi media pilihanku saat itu. Alhamdulillah, cerpen yang pertama kukirimkan langsung dimuat. Ini tak lain karena dukungan sosok laki-laki muda yang sekarang sedang mengambil megister dan mengajar di salah satu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Unsyiah. Ia selalu membagikan ilmunya kepada orang lain, termasuk aku. Aku benar-benar bahagia bisa mengenalnya. Ia lah motivatorku saat itu hingga sekarang. Dia lah Herman RN.
Kembali kepada kotak kecil. Semua isi sudah ku keluarkan. Sekarang saatnya membereskan kembali. Sejenakku terdiam. Pikiranku kembali pada masalahku. Segera ku keluarkan lagi isi kotak yang hampir selesai ku bereskan itu. Aku capek. Pikiranku juga. Jam menunjukkan pukul 03.00. Mataku tak kunjung layu. Ku biarkan barang-barang itu berantakan di atas lantai. Segera ku langkahkan kaki menuju tempat tidur. Ku berusaha untuk memejamkan mata, tapi pikiranku masih di alam sadar. Lagi-lagi ku bangkit dari tempat tidur, kali ini menuju dapur. Cacingku mulai bergosip dengan teman-temannya. Kupahami keinginan mereka. Segera ku mencari makanan di dalam kulkas. Cuma buah-buahan dan bubur kacang ijo yang ku temukan. Tak berpikir panjang aku segera melahap bubur itu.

Setelah perutku mulai kenyang, aku membuka laptop ku kembali. Nonton adalah solusi tepat untuk saat ini. Khuntoria reality show, itulah pilihan yang tak mengecewakan penonton. Sebenarnya, aku sudah menontonnya beberapa kali, tapi aksi konyol Nikhun dan Victoria tetap saja tak bisa menghentikan tawaku. Tanpa kusadari waktu sudah subuh. Segera ku menghadap sang pencipta, lalu, ku paksakan diri untuk tidur beberapa saat saja. Hingga matahari mulai menampakkan wujudnya dari balik gunung selawah yang terlihat jelas dari depan rumahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar