After surgical operation |
08 Okt 2011
Kepala bak disiram besi lima kilo gram.
Mulut sakit dan gigi terasa hampir copot. Kuamati ruangan serba putih itu
perlahan. Ku terawang sebisa mata membindik. Di sana ada sebuah tabung oksigen
dan tali impus yang melekat di tangan sebelah kananku. aku juga mendapati sosok
wanita paruh baya yang sedang menatapku dengan mata basah, ia tak lain adalah wanita
yang telah melahirkan dan membesarkanku. Sejenak aku berpikir, tapi aku tak
mampu mengingat apa-apa. Ku paksa diri untuk mengingatnya lagi tapi itu
sia-sia, semakin ku mencobanya kepalaku semakin kesakitan. Aku mulai
bertanya-tanya kepada ibu tapi aku tak bisa mencernanya, bahkan tak bisa
mengingat kejadian yang telah menimpaku. Ku rampas ponsel yang berada tepat di
samping benda segi empat berisa busa itu. Ku amati sesaat. Ku buka pesan teks
baru, tapi aku bingung, aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Tiba-tiba saja
air mata membasahi pipiku. Aku tak tau sebab mengapa aku terisak. Aku
benar-benar bingung.
Pada hari itu, orang-orang selisih
berganti melihat keadaanku. Sesekali aku
mendengar cakap mereka, tapi tak lama informasi yang ku dengar dan ku serap hilang
begitu saja. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Ingatanku kosong. Semua seperti
mimpi, antara sadar dan tidak. Ingin rasanya memberotak, tapi aku tak berdaya,
hingga berulang kali aku terlelap dengan sendirinya.
09 Okt 2011
After using braces |
Aku sudah mendapatkan alasan mengapa
aku bisa berada di rumah sakit Harapan Bunda. Walaupun aku tak ingat kejadian
itu, tapi aku mulai bisa mengingat perkataan orang disekitarku. Aku juga sudah
mulai bisa tersenyum. Rasa penasaran terus menghantuiku. Mendengar cerita ibu
kepada teman-teman yang menjengukku, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa aku
pulang dari kampus lewat jalan belakang. Aneh. Alasan aku pulang lewat sana biasanya karena
mengantarkan kawan. Apa hari itu aku mengantar kawan? Ku raih telpon genggam
milikku. Kata ibu, sebelum kejadian itu aku bersama anggota DETaK. Jadi aku
memutuskan untuk mengintrogasi mereka. Pesan singkat terkirim, beberapa menit kemudian baru ada
balasan. Aku terus bertanya, tapi si kawan malah tidak merespon lagi pertanyaan
bodohku. Lalu, ku coba bertanya pada anggota DETaK yang lain tapi tak ada
balasan. Akhirnya ku putuskan untuk bertanya pada pimpinan redaksi. Awalnya ia
merespon pertanyaanku dengan baik tapi itu hanya sebentar , pesan singkat ketiga dariku tak digubrisnya lagi. Aku
benar-benar sedih dan kecewa. Disaat aku butuh, mengapa mereka tak mau membantuku?
Aku merasa benar-benar tak berguna, pada saat itu. Air mata ibu saja tak bisa
ku hentikan. Keadaanku terus membuatnya terisak. Perasaanku begitu sakit
melihat itu semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar