Kamis, 17 Mei 2018

DETEKSI DINI PADA ANAK GANGGUAN PENDENGARAN


Suatu hari, Nurha mengirimkan publikasi acara yang diadakan oleh ABDI (salah satu perusahaan yang menawarkan jasa layanan gangguan pendengaran) bertemakan ‘Mengajarkan Komunikasi Verbal Pada Anak Gangguan Pendengaran’. Ia meminta bantuanku untuk meneruskan pesan tersebut kepada teman-teman atau kenalanku yang bekerja dibidang jurnalistik. Tanpa ragu aku membalas pesan singkatnya “Aku mau ikut”.  Dia menjawab pesanku dengan memberitahuku bahwa acara itu hanya diikuti oleh orangtua yang anaknya mengalami gangguan pendengaran. Tapi aku tetap memaksa untuk ikut. Ia mengatakan akan mencoba minta izin kepada panitia, tapi ia tidak dapat menjanjikan apa-apa karena itu merupakan seminar khusus untuk komunitas ibu-ibu yang memiliki anak gangguan pendengaran. Dan bagaimanakah hasilnya? Alhamdulillah panitia memperbolehkan aku untuk mengikutinya. Bahagia? Of course. Bahkan aku memutuskan untuk kembali dari liburanku ke sabang lebih cepat agar dapat mengikuti acara tersebut. Apa yang terjadi ketika aku menghadiri acara tersebut? Ketika itu, Nurha telat datang, lalu aku memutuskan untuk masuk duluan. Saat pendaftaran ulang, salah seorang bertanya “Ibu dari siapa ya?” Krik krik krik. Aku kaget. Bingung harus menjawab apa, spontan aku langsung menjawab “tantenya Fatih”. Panitia itu ikutan bingung. Lalu aku pun menjelaskan bagaimana aku bisa sampai ke acara tersebut. Setelah mendengarkan penjelasanku, entah apa yang dipikirkan panitia yang duduk di meja registrasi itu, I don’t really care, yang penting aku bisa masuk dan duduk cantik di sana sambil menunggu kedatangan Nurha.

Kurang lebih aku mengetahui sedikit tentang gangguan pendengaran karena Nurha sering menceritakannya kepadaku, tapi kali ini aku benar-benar ingin mengetahuinya lebih banyak lagi. Rasa penasaranku semakin kuat. Aku ingin mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang gangguan pendengaran pada anak, sekurang-kurangnya ilmu untuk diriku sendiri karena hal-hal yang selama ini aku anggap sepele ternyata bisa berdampak besar bagi sebuah kehidupan manusia. Selain itu, aku juga ingin belajar bagaimana cara mengajarkan komunikasi verbal pada anak gangguan pendengaran, terutama untuk membantu kesembuhan Fatih. Mungkin ini tidak akan banyak membantu. Namun aku berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk diriku sendiri khususnya, dan pembaca pada umumnya. Dalam tulisan ini aku akan sedikit berbagi pengetahuan tentang deteksi dini pada anak gangguan pendengaran. Selamat membaca!

***
Telinga merupakan panca indera yang sangat penting bagi semua orang termasuk anak-anak. Jika panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka otomatis mereka tidak bisa mendengar.  Selain tidak dapat mendengar, anak yang mengalami gangguan pendengaran juga akan mengalami keterlambatan dalam berbicara. Anak-anak mulai berbicara dari hasil pendengaran yaitu dengan meniru suara yang didengarkannya. Namun jika mereka tidak dapat mendengar, bagaimana mereka bisa mengetahui bahwa di dunia ini ada yang namanya bunyi atau suara? Oleh karena itu, salah satu cara agar anak dapat berkomunikasi dengan baik ialah dengan mendengar.

Ada beberapa faktor risiko terjadinya tuli pada bayi, diantaranya; riwayat keturunan, infeksi saat hamil (toksoplasma, rubella, herpes, sifilis, dll), lahir prematur (kurang dari 37 minggu), berat badan lahir rendah (kurang dari 1500 gram), meningitis (penyakit kuning), asfiksia (gangguan kesahatan pada bayi baru lahir yang mana tubuhnya terlihat lemah dan mengalami gangguan pada pernafasan yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam tubuh si bayi), obat ototoksik (obat tertentu yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran), dan lain sebagainya.

Sebagaimana dilansir dari detik health, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia mendapatkan peringkat kelima tertinggi angka ketulian di dunia, yaitu 1 - 6 dari 1000 bayi mengalami tuli sejak lahir. Beberapa rumah sakit di Indonesia sudah melakukan skrining pendengaran sejak bayi usia 2 hari, salah satunya dengan menggunakan tes OAE (otoacoustic emissions) untuk membantu deteksi dini pada bayi baru lahir, namun itu masih sangat minim, sehingga deteksi dini pun masih sangat kurang. Ada 5 manfaat melakukan skrining pendengaran sejak dini, yaitu: (1) membantu anak dan keluarganya melakukan penanganan secara baik dan benar dalam mengatasi masalah gangguan pendengaran, (2) mengetahui dan memahami kerusakan pendengaran segera mungkin, (3) membantu membangun komunikasi efektif pada anak dengan orangtua, (4) mempersiapkan anak untuk sekolah biasa, (5) menjadi anak menjadi orang berguna).

Ada beberapa gejala dan tanda gangguan pendengaran pada anak yang dapat membantu kita untuk melakukan deteksi dini; respon tergantung pada usia anak. Pertama, kita dapat mencurigai bayi mengalami gangguan pendengaran jika respon yang diberikan oleh bayi seperti berikut: (1) bayi tidak terkejut jika ada bunyi yang keras, seperti suara petir atau bantingan pintu, (2) bayi tidak menoleh ke arah suara keras berasal, (3) bayi tidak bisa mengatakan ‘dada’ atau ‘mama’ pada usia 1 tahun, (4) bayi tidak menoleh ketika namanya dipanggil, (5) dll. Kedua, kita dapat melihat gejala dan tanda yang berbeda pada anak yang lebih besar; (1) anak terlambat berbicara, (2) anak bicara tidak jelas, (3) anak tidak mengikuti perintah yang kita berikan, (4) anak menyalakan TV dengan volume yang besar, (5) dll. Jika anda mendapatkan tanda-tanda seperti di atas, segera bawa anak anda ke dokter THT terdekat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Gangguan pendengaran pada anak bukan lah hal sepele yang dapat kita saksikan begitu saja tanpa adanya intervensi, itu semua akan berdampak pada kehidupan si anak itu sendiri. Misalnya, akibat gangguan pendengaran dapat menyebabkan nilai sekolah menurun, terutama anak yang sekolah pada sekolah umum. Tingkah laku anak di sekolah dan di rumah juga akan terlihat berbeda dari anak pada umumnya. Selain itu, anak juga akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan pekerjaannya kelak. Oleh karena itu, peran orangtua dalam menjaga dan mendidik anak sangatlah penting. Selain mengajarkan bahasa, anak juga harus diajarkan moral dan disiplin. Dalam hal ini, salah satu cara untuk mengajarkan anak yaitu dengan menggunakan Metode Inklusi Montessori.

*Tulisan selanjutnya saya akan menulis tentang Metode Montessori.


Sumber:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar