Sumber: Google |
Jam menunjukkan pukul 10.00. Mataku terus menerawang
seluruh isi ruangan yang dipenuhi buku dan siswa-siswi Sekolah Dasar Negri 23
Semandang. Kini pandanganku tepat pada pojok kanan ruangan. Aku menemukan
sosok itu. Hampir setiap hari ia mengunjungi
perpustakaan saat
istirahat tiba, walau hanya sekedar untuk melihat gambar dan menghitung jumlah gambar yang ada di dalam buku bacaan. Sesekali ia
bertepuk tangan sambil tersenyum yang
menandandakan ia sudah berhasil menghitung seluruh gambar.
Manis. Cerdas. Berani. Ia ingin
berkata-kata seperti teman-temannya tapi ia tak mampu. Ia juga ingin mendengar
merdunya suara burung di pagi hari tapi ia tak berdaya. Akibat tuna rungu yang
dideritanya sejak lahir, kini ia hanya
bisa bungkam. Melihat gerak-geriknya seakan ia bocah
cilik yang sempurna tapi tak ku sangka ia hanya seorang bocah berumur 10 tahun
yang harus menerima kerasnya kehidupan dengan kekurangan yang dimilikinya. Semangatnya
yang tinggi membuatku sadar apa arti kesempurnaan.
“Bu… sudah bel, bukannya ibu ada jam
sekarang?” ucap petugas pustaka, membuyarkan lamunanku.
“Iya pak! Terima kasih,” ucapku dan
berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar