Selasa, 16 Agustus 2011

Menanti Sebuah Harapan



Mataku menatap hampa ke depan, seakan ada sebuah cahaya menerpa bola mata, aku seperti mendapati suatu kemajuan besar di dalam sana. “Andai aku besar, ingin aku membuat kota ini menjadi kota matahari, semua orang bergerak cepat dalam bekerja, bukannya bermalas-malasan di kede kopi. Kalau aku besar nanti, aku ingin menjadi wartawan, agar aku bisa memberitakan kepada dunia tentang kebudayaan Aceh yang begitu kaya, aku juga akan menjunjung tinggi petani-petani Aceh yang begitu gigih dalam bercocok tanam, tidak akan kubiarkan pejabat-pejabat tinggi menginjak harga diri mereka. Aku akan melawat seluruh pedesaan, akan kujadikan itu berita utama, biar semua orang tau kalau di pedesaan itu masih adanya adat-adat Aceh yang kental,”gumamku dalam hati.
Tiba-tiba ibu datang membuyarkan lamunanku. Tanpa kusadari sudah setengah jam aku hanya mengaduk-aduk nasi dalam piring putih kesayanganku.
“Anna, kok nasinya tak kamu makan?” Tanya Ibu.
“Eh Ibu! He he he,” aku hanya nyengir.
“Apa yang kamu pikirkan?” Tanyanya lagi.
“Kalau An besar nanti, An mau jadi wartawan Bu, agar An bisa memberitakan pada dunia tentang kebudayaan Aceh yang begitu kaya dan ini hebat Bu,” Jelasku.
“Wah, bangus banget tuh! kalau semua orang berpikiran seperti kamu, pasti Aceh dimasa depan akan maju dengan budaya-budaya Aceh dan semua orang tidak akan buta lagi dengan budaya mereka sendiri, tapi gak mesti jadi wartawan lho An!”
“Maksud ibu?“
“Jujur ya sayang, ibu tak suka kamu jadi wartawan, ibu tak suka anak perempuan ibu sering keluar.“
“Ibu tak usah khawatir, An bisa jaga diri kok.“
“Ya, terserah kamu saja, ibu cuma ngasih saran. Ya udah sekarang kamu makan dan istirahat, biar nanti malam bisa belajar dengan tenang.”
“Iya, Bu,” Jawabku dan melahap nasi dengan lauk tahu kesukaanku.
Setelah makan siang usai , aku segera kamar, ku rebah kan tubuhku di atas kasur mickey mouse kesukaanku. Mataku menerawang jauh ke atap kamar, sangat sulit untuk kupejamkan. Pikiranku masih kepada harapanku sepuluh tahun kemudian; Aceh akan maju. Sekali-kali aku tersenyum sendiri, aku berpikir sepuluh tahun lagi aku sudah menikah dan mungkin sudah punya anak dua. Dihari pernikahanku, aku akan memakai baju adat Aceh, pasti aku akan kelihatan cantik seperti pejuang-pejuang Aceh dulu, seperti Cut Nyak Dien, pejuang idolaku.
Tekadku bulat ingin menjadikan Aceh ini kota matahari, dan ingin mengangkat budaya Aceh menjadi landasan utama setelah agama. Sekarang tak ada yang harus aku pikirkan lagi, Aku tetap seorang gadis yang berumur lima belas tahun, semua akan berjalan dengan beriringnya waktu.
Aku akan segera tidur karena nanti malam aku harus belajar, itu semua untuk mewujudkan harapan-harapanku, ingin membangun Aceh lebih maju “Love You full, Aceh!“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar