Senin, 20 Juni 2011

Cinta Tak Bermakna


Mulut bisa berdusta. Tingkah bisa berubah, tapi hati tak bisa berbohong. Sejauh apapun ku berlari, rasa itu tetap mengejar. Sedikit aneh jika mengingat pertama kali rasa itu datang. Tanpa petir. Tanpa badai. Tanpa undangan ia berani datang memasuki relung hati. Setahun setengah bukanlah waktu yang singkat untuk mengusirnya dalam hidup, tapi rasa itu tak kenal lelah mengejar.
Sering kali aku menghindar jika melihatnya, tapi Tuhan selalu mempertemukan ku dengannya dalam hal-hal tertentu. Terkadang aku berpikir ia jodohku, tapi aku merasa tak pantas untuknya. Ia pinter, aku tidak. Ia ganteng, aku juga tidak. Ia kaya, aku lebih-lebih tidak. Tak ada alasan bagiku untuk mempertahankan rasa aneh yang ku miliki saat ini. Tapi.... bagaimana caranya aku bisa mengusirnya??
Bila nanti aku bertanya, aku berharap kebenaran itu akan terungkap, tapi apa pantas aku yang melemparkan pertanyaan bodoh itu? Tak pernah ku bayangkan itu akan terjadi. Bukannya aku putus asa, tapi aku ingin mengakhiri rasa yang menghantui aku selama ini, rasa yang membuatku bergetar saat mengingatnya, rasa yang membuatku lupa akan segalanya, rasa yang membuatku tak berdaya, rasa yang membuatku tak bisa bersuara.
Kemana lagi aku harus berlari untuk bisa mengakhiri semua ini? Keputusanku pada tahun 2009 silam membuatku tak bisa bernafas. Sesak. Pilu. Tak ada alasan juga bagiku untuk menyakiti sahabatku sendiri, walaupun rasa itu duluan menghampiriku daripadanya. Begitu banyak alasan yang tak bisa kuutarakan untuk melupakan semua ini, tapi aku tak sanggup. Kali ini nasib baik memang belum berpihak kepadaku, tapi ku berharap suatu saat aku bisa menemukan makna dari rasa ini. Makna yang tersembunyi dibalik pahitnya rasa yang tak bisa ku mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar