Senin, 24 Januari 2011

Kain Kafan di Hari Lebaran


Malam sudah larut, aku masih belum bisa memejamkan mata, aku masih trauma dengan tragedi dimalam lebaran seminggu yang lalu. Tanpa ninis aku merasa sangat kesepian, senyumannya masih melekat dalam pikiranku, cuma ninis yang selama ini ku miliki dan sekarang aku harus kehilangannya. Lamunanku buyar saat terdengar ada yang mengetuk pintu rumahku. Segera kubuka kan pintu.

“Bunda!“ ucapku tak percaya.

Bunda langsung memelukku erat, tangis ku pun pecah dalam pelukan hangatnya. Bunda adalah satu-satunya keluarga dari ayah, selama ini bunda tinggal di pulau jawa, biasanya beliau pulang ke tanoh rencong setahun sekali, tapi udah beberapa tahun belakangan beliau tidak pulang, waktu mak dan ayah meninggal pun beliau tidak sempat pulang, karena pekerjaannya yang tak bisa ditinggalkan. Tiba-tiba saja pikiranku jadi kacau, aku merasa bunda sangat jahat karena tidak pernah menjengukku setelah mak dan ayah meninggal. Aku melepaskan pelukannya.

“Bunda jahat!“ pekikku.

“Kamu kenapa sayang,“ beliau hendak menyentuh pundakku tapi aku segera menepisnya.

“Kenapa sekarang bunda baru datang? waktu mak dan ayah meninggal, bunda kemana aja? bunda nggak pernah peduli dengan aku dan ninis, bunda Cuma mementingkan pekerjaan bunda sendiri, bunda ngggak pernah peduli dengan penderitaan kami, aku benci sama bunda.“

“Bukan begitu nak, ini semua bukan keinginan bunda, perusahaan bunda mengalami masalah besar ketika hari meninggalnya orang tuamu, bunda nggak bisa meninggalkannya begitu saja, bunda merasa sangat sedih karena nggak bisa pulang kesini, tapi mau gimana lagi, bunda nggak ada jalan keluar lain selain tetap disana, bunda minta maaf atas semua ini.“ jelasnya.

“Kenapa bunda nggak mencoba menghubungi aku?“ selidikku.

“Udah beberapa kali bunda mencoba menghubungi handphone kamu, tapi nggak pernah aktif.“

“Aku telah menjual handphone itu untuk makan sehari-hariku dan ninis,“ jawabku.

“Jadi ini bukan salah bunda sepenuhnya kan!“

Aku memeluknya erat, aku sangat menyayangi bunda karena hanya beliau yang aku miliki sekarang.

“Sayang, bunda ikut berduka cita atas kejadian yang menimpa keluarga kamu, sekali lagi bunda minta maaf,“ ucapnya tulus dan menghapus air mata di pipiku.

“Terima kasih karena bunda masih peduli dengan keadaan aku sekarang,“ucapku lirih.

“Lin, kamu satu-satunya keponakan bunda, jadi nggak mungkin bunda bisa melihat kamu menderita sendiri disini, bunda akan menyayangi kamu seperti anak kandung bunda sendiri, toh selama ini bunda emang nggak punya anak perempuan, ya kan!“

Bunda memang tidak mempunyai anak perempuan, bunda Cuma mempunyai dua anak laki-laki. Anak pertamanya lebih tua dari aku tiga tahun, namanya Reza. Dan yang satu lagi sebaya denganku, namanya Rio.

“Iya bunda, aku juga akan menganggap bunda sebagai mak aku sendiri.“

“Nah, sekarang tolong cerita kan apa yang sudah terjadi selama orang tua mu meninggalkan kalian.“

“Baik bunda.“

***

Seminggu lagi lebaran akan tiba, sedangkan aku belum bisa memenuhi permintaan adikku, aku belum membelikannya baju lebaran. Aku jadi ingat mak dan ayah, sebuah truk sayur telah merengut nyawa kedua orang tuaku. Dulu waktu mereka masih hidup aku dan adikku selalu dibelikan baju lebaran, tapi sekarang siapa yang akan membelikan baju lebaran buat kami? jangankan baju lebaran, makan sehari-hari aja susah.

“Kak kapan mau beliin aku baju lebaran?“ tanya ninis merengek-rengek.

Aku nggak menjawab pertanyaannya itu, aku memeluknya erat, aku begitu menyayangi adik semata wayangku itu. Dia melepaskan pelukanku.

“Kok kakak nggak menjawab pertanyaan aku sih ? “

“ Iya sayang, ntar kalau kakak sudah punya uang ya “

“ Tapi lebarannya tinggal seminggu lagi kak, kapan kakak mau beliinnya ? kawan-kawan ninis sudah punya baju lebaran semua kak ? “

“ Kamu tenang aja ya, kakak janji akan beliin kamu baju lebaran “

“ kakak janji ya “

“ Iya sayang, kakak janji kok “

Aku bingung dengan semua ini, aku gak sanggup jalani hidup tanpa mak dan ayah. Ayah..mak..kenapa kalian ninggalin kami ?? Linda gak sanggup hidup tanpa kalian, Linda butuh perhatian dan bimbingan dari kalian..hiks..hiks.

Aku harus kerja keras untuk mendapatkan uang. Aku bekerja sebakai tukang nyuci. Yah, biar pun uangnya pas-pasan tapi setengah dari itu akan aku tabung buat beli baju lebaran ninis. Ini memang gak mudah, tapi aku harus berusaha.

“ Linda, baju cucian saya sudah siap ? “ Tanya bu tika.

“ Udah bu, tunggu sebentar saya ambil dulu “

Bu tika menunggu aku mengambil baju cuciannya.

“ Ni bu bajunya “

“ lin, kok kayaknya kamu pucat banget ? kamu sakit ya ? kalau kamu sakit sebaiknya istirahat dulu, gak baik memaksa diri “ kata bu tika peduli dengan keadaanku.

“ Terima kasih bu, Linda gak apa-apa kok “

“ Ya udah kalau begitu, saya permisi dulu, ni uang cucian hari ini “

“ Aduh saya gak ada uang kembaliannya bu, semuannya Cuma tujuh ribu “

“ Udah gak apa-apa ambil aja “

“ Terima kasih bu “

“ Sama-sama, saya pamit dulu “

“ Iya bu “

Alhamdulillah, aku mendapatkan rezeki lebih hari ini, tapi tiba-tiba aja kepalaku sakit dan semuanya nampak hitam, aku pinsan.

“ Kak, bangun ! kakak kenapa ? “

Ninis menggoncangkan tubuhku, dia sangat panik. Perlahan aku membuka mata, kepalaku masih sakit. Aku melihat ninis larut dalam isakan tangisnya.

“ sayang, kamu kok nangis ? “

“ Kakak gak apa-apa ? “ Tanya sambil menghapus air mata dipipi manisnya.

“ Kakak gak apa-apa kok, kamu jangan nangis lagi ya, senyum donk “

Ninis tersenyum manis, aku sangat senang melihat senyuman itu, hanya ninis yang bisa buat aku bertahan hidup sampai sekarang.

“ Kak, ni minum dulu “

“ Makasih sayang “ ucapku dan menyeruput segelas air putih hangat.

“ Kakak istirahat aja dulu, biar ninis yang Bantu kakak nyuci “

“ Gak usah nis, kamu kan gak bisa nyuci, kakak dah baikan kok, kamu belajar aja ya “

“ Tapi kakak masih sakit “

“ Udah gak pa-pa “

Aku segera bangkit, kepalaku masih terasa sakit, tapi itu gak seberapa, aku akan lebih sakit lagi kalau harus melihat ninis sedih.

***

Besok lebaran akan tiba, aku akan memberikan kejutan berupa baju baru buat ninis. Ninis dan teman-temannya ikut takbiran bersama, dan aku akan membelikan baju buatnya. Dipasar aku mencari baju yang cocok buat adikku tercinta. Ternyata aku menemukan baju yang bewarna putih berkombinasi merah muda dibagian lengannya dan bertulisan “ girls “ didepannya. pasti manis banget kalau dipakai ninis. Aku segera pulang, pasti ninis sangat senang melihat baju barunya, dan aku juga senang banget bisa melihat ninis memakai baju dari hasil jerih payahku sendiri. Sesampai aku dirumah, mataku terbelalak, aku melihat orang sangat ramai dirumahku.

“ Linda, kamu yang sabar ya nak“ Kata bu anna tetangga samping rumahku.

Aku gak mengerti apa yang sudah terjadi, aku mendapati adikku berbalut kain putih. Jantungku berdetak keras, darahku tidak stabil, tanganku bergetar kencang. Aku sadar sekarang, ternyata adikku yang selama ini aku sayangi dan harapanku satu-satunya sudah pergi meninggalkanku, aku menjerit histeris. Fatia dan alifa menenangkan ku, mereka dua sahabat baikku.

“ Ya Allah kenapa dihari lebaran besok bukan baju baru yang dipakaikan adikku tapi melainkan kain kafan putih. Ya allah ampuni aku karena gak bisa menjadi kakak yang baik buat adikku “ jeritku dalam hati.

Aku menceritakannya dengan sempiannya, semuannya cuma tujuh ribu,“ ujarku.

“Udah nggak apa-apa ambil aja.“

“Terima kasih bu.“

“Sama-sama, saya pamit dulu.“

“Iya bu.“

Alhamdulillah, aku mendapatkan rezeki lebih hari ini, tapi tiba-tiba aja kepalaku sakit dan semuanya nampak hitam, aku pingsan.

“Kak, bangun! kakak kenapa?“ pekik Ninis.

Ninis menggoncangkan tubuhku, dia sangat panik. Perlahan aku membuka mata, kepalaku masih sakit. Aku melihat Ninis larut dalam isakan tangisnya.

“Sayang, kamu kok nangis?“ tanyaku saat mataku mendapati sosok mungil itu.

“Kakak nggak apa-apa kan?“ Tanya sambil menghapus air mata dipipi manisnya.

“Kakak nggak apa-apa kok, kamu jangan nangis lagi ya, senyum donk,“ pintaku.

Ninis tersenyum manis, aku sangat senang melihat senyuman itu, hanya Ninis yang bisa membuat aku bertahan hidup sampai sekarang.

“Kak, ni minum dulu,“ suguhnya.

“Makasih sayang,“ ucapku dan menyeruput segelas air putih hangat.

“Kakak istirahat aja dulu, biar Ninis yang bantu kakak nyuc. “

“Gak usah Nis, kamu kan nggak bisa nyuci, kakak dah baikan kok, kamu belajar aja ya.“

“Tapi kakak masih sakit.“

“Udah nggak apa.“

Aku segera bangkit, kepalaku masih terasa sakit, tapi itu nggak seberapa, aku akan lebih sakit lagi kalau harus melihat Ninis sedih.

***

Besok lebaran akan tiba, aku akan memberikan kejutan berupa baju baru buat Ninis. Ninis dan teman-temannya ikut takbiran bersama, dan aku akan membelikan baju buatnya. Dipasar aku mencari baju yang cocok buat adikku tercinta. Ternyata aku menemukan baju yang bewarna putih berkombinasi merah muda dibagian lengannya dan bertulisan “girls“ didepannya. pasti manis banget kalau dipakai Ninis. Aku segera pulang, pasti Ninis sangat senang melihat baju barunya, dan aku juga senang banget bisa melihat Ninis memakai baju dari hasil jerih payahku sendiri. Sesampai aku dirumah, mataku terbelalak, aku melihat keramaian dirumahku.

“Lina, kamu yang sabar ya nak,“ ucap Bu Anna, salah satu tetanggaku.

Aku nggak mengerti apa yang sudah terjadi, aku mendapati adikku berbalut kain putih. Jantungku berdetak keras, darahku tidak stabil, tangan dan tubuhku bergetar kencang. Aku sadar sekarang, ternyata adikku yang selama ini aku sayangi dan harapanku satu-satunya sudah pergi meninggalkanku, aku menjerit histeris. Fatia dan alifa menenangkanku, mereka dua sahabat baikku.

“Ya Allah, kenapa dihari lebaran besok bukan baju baru yang dipakaikan adikku tapi melainkan kain kafan putih. Ya allah ampuni aku karena nggak bisa menjadi kakak yang baik buat adikku,“ jeritku dalam hati.

Aku menceritakannya dengan sempurna, bunda menangis mendengar ceritaku, aku pun ikut merasakan kejadian itu lagi, aku benar-benar trauma, semua itu bagaikan mimpi bagiku, tapi ini bukan mimpi, ini kenyataan yang harus kuterima. Mungkin inilah nasibku, hidup tanpa Mak, Ayah dan sekarang harus kehilangan adik yang sangat aku sayangi, Ninis.

“Bunda, kenapa semua orang yang aku sayangi pergi meninggalkanku. Dulu Mak dan Ayah, dan yang lebih pahitnya lagi aku harus kehilangan adik yang aku sayangi dihari besar islam, apakah ini takdirku?“

“Takdir ditangan Allah nak, kamu harus sabar, ini cobaan,“ ucap Bunda mencoba menghibur.

“Tapi kenapa harus aku? kenapa harus orang tuaku? dan kenapa harus adik yang sangat aku sayangi?“

“Lin, kamu nggak boleh ngomong begitu, Allah maha mengetahui, Allah sudah mengatur semuanya buat kita.“

Aku masih dalam isakan tangis, aku merasa orang paling malang dibumi Allah ini, sesekali aku beristigfar, Bunda terus menghiburku dan akhirnya aku terlelap dalam pangkuannya.

*Cerpen yang dimuat dikoran Harian Aceh*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar